Jumat, 19 Desember 2014

Review Film




Judul film                             : Sokola Rimba

Sutradara Film                    : Riri Riza  

 Produser Film                     : Mira Lesmana

Bengkel pembuatan film     : Miles Production

Durasi Film                          : 90 Menit

Mulai tayang di bioskop      : 21 Nov 2013

Film Sokola Rimba secara umum mengisahkan cerita seorang perempuan yang bernama Butet Manurung (diperankan oleh Prisia Nasution) ketika bekerja pada suatu lembaga konservasi alam di Provinsi Jambi. Di film tersebut diceritakan bahwa Butet menemukan jalan hidup yang dicita-citakan olehnya, yakni menjadi seorang guru untuk Orang Rimba (masyarakat Suku Anak Dalam) yang memiliki tempat tinggal di Bukit Dua Belas, tepatnya pada hulu sungai Makekal Provinsi Jambi.
Di film ini kita kita dibawa untuk ikut serta dalam perjuangan Butet Manurung, seorang guru untuk anak-anak Rimba yang tinggal di daerah Hilir Sungai Makekal Ulu, untuk melangsungkan program “Sekolah” yang sedang dijalaninya. Banyak rintangan yang harus Butet hadapi dalam agar program “sekolah” tersebut tetap bisa jalan. Terkadang Butet harus mengambil sikap atas hal-hal yang bertentangan dari prinsipnya, walaupun itu berarti dia menentang apa yang dipercayai orang-orang sekitarnya.

Jerih payah yang Butet lakukan akhirnya membuahkan hasil, dengan bukti Butet berhasil membuka akses pendidikan kepada anak-anak masyarakat suku Rimba. Butet bukan hanya membuka akses pendidikan, akan tetapi ia juga membuat pendidikan tersebut menjadi bermanfaat bagi mereka sehingga suuatu hari nanti mereka dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari..
Setelah beberapa waktu, Butet terjangkit demam malaria ketika berada di hutan. Kemudian ada seorang anak yang datang untuk menyelamatkannya. Anak itu bernama Nyungsong Bungo, salah seorang anak dari bagian hilir sungai Makekal dengan jarak kurang lebih 7 jam perjalanan apabila ingin menuju hulu sungai Makekal yang merupakan tempat Butet mengajar masyarakat suku Anak Dalam. Ternyata Bungo ini adalah seorang anak yang sebenarnya ingin belajar juga di tempat tersebut, hanya saja ia hanya diam diam dengan memperhatikan dari jauh saja.
Saat itu, Bungo datang dengan gulungan kertas di tangannya. Gulungan kertas itu berisi perjanjian yang telah memiliki cap jempol (sebuah tanda persetujuan adat) oleh kepala adat di tempat Bungo tinggal. Saat itu Bungo memang sangat ingin bisa membaca gulungan kertas tersebut, oleh karena itulah Bungo berjalan menuju tempat Butet mengajar di Hulu sungai Makekal.

Pertemuan antara Butet dan Bungo menyadarkannya bahwa tingkat pendidikan masyarakat di sekitar sungai Makekal masih rendah. Karena hal tersebut, Butet akhirnya ingin mengajar juga di bagian hilir sungai Makekal. Tetapi keinginannya itu terhambat oleh banyak hal, dari lembaga konservasi dimana Butet bekerja serta dari asyarakat lokal di hilir sungai Makekal tempat Bungo berasal.

Hambatan Butet memang banyak, namun keteguhan hatinya ketika melihat semangat serta motivasi besar yang diperlihatkan oleh Bungo membuat dia menempuh berbagai cara untuk mengajarkan baca tulis kepada Bungo. Hingga kemudian terjadi hal yang dianggap oleh masyarakat lokal Bungo sebagai malapetaka untuk masyarakat lokal tersebut akibat Bungo belajar baca tulis. Ketakutan masyarakat tersebutakan malapetaka membuat Butet akhirnya harus mengakhiri perjalanan cita citanya menjadi pengajar bagi masyarakat suku Anak Dalam atau Orang Rimba.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar