Judul film :
Sokola Rimba
Sutradara Film :
Riri Riza
Produser Film : Mira Lesmana
Bengkel pembuatan film : Miles Production
Durasi Film :
90 Menit
Mulai tayang di bioskop : 21 Nov 2013
Film
Sokola Rimba secara umum mengisahkan cerita seorang perempuan yang
bernama Butet Manurung (diperankan oleh Prisia Nasution) ketika
bekerja pada suatu lembaga konservasi alam di Provinsi Jambi. Di film tersebut
diceritakan bahwa Butet menemukan jalan hidup yang dicita-citakan olehnya,
yakni menjadi seorang guru untuk Orang Rimba (masyarakat Suku Anak Dalam) yang
memiliki tempat tinggal di Bukit Dua Belas, tepatnya pada hulu sungai Makekal
Provinsi Jambi.
Di
film ini kita kita dibawa untuk ikut serta dalam perjuangan Butet Manurung,
seorang guru untuk anak-anak Rimba yang tinggal di daerah Hilir Sungai Makekal
Ulu, untuk melangsungkan program “Sekolah” yang sedang dijalaninya. Banyak rintangan
yang harus Butet hadapi dalam agar program “sekolah” tersebut tetap bisa jalan.
Terkadang Butet harus mengambil sikap atas hal-hal yang bertentangan dari
prinsipnya, walaupun itu berarti dia menentang apa yang dipercayai orang-orang
sekitarnya.
Jerih
payah yang Butet lakukan akhirnya membuahkan hasil, dengan bukti Butet berhasil
membuka akses pendidikan kepada anak-anak masyarakat suku Rimba. Butet bukan
hanya membuka akses pendidikan, akan tetapi ia juga membuat pendidikan tersebut
menjadi bermanfaat bagi mereka sehingga suuatu hari nanti mereka dapat
mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari..
Setelah
beberapa waktu, Butet terjangkit demam malaria ketika berada di hutan. Kemudian
ada seorang anak yang datang untuk menyelamatkannya. Anak itu bernama Nyungsong
Bungo, salah seorang anak dari bagian hilir sungai Makekal dengan jarak kurang
lebih 7 jam perjalanan apabila ingin menuju hulu sungai Makekal yang merupakan
tempat Butet mengajar masyarakat suku Anak Dalam. Ternyata Bungo ini adalah
seorang anak yang sebenarnya ingin belajar juga di tempat tersebut, hanya saja
ia hanya diam diam dengan memperhatikan dari jauh saja.
Saat
itu, Bungo datang dengan gulungan kertas di tangannya. Gulungan kertas itu
berisi perjanjian yang telah memiliki cap jempol (sebuah tanda persetujuan
adat) oleh kepala adat di tempat Bungo tinggal. Saat itu Bungo memang sangat
ingin bisa membaca gulungan kertas tersebut, oleh karena itulah Bungo berjalan
menuju tempat Butet mengajar di Hulu sungai Makekal.
Pertemuan
antara Butet dan Bungo menyadarkannya bahwa tingkat pendidikan masyarakat di
sekitar sungai Makekal masih rendah. Karena hal tersebut, Butet akhirnya ingin
mengajar juga di bagian hilir sungai Makekal. Tetapi keinginannya itu terhambat
oleh banyak hal, dari lembaga konservasi dimana Butet bekerja serta dari
asyarakat lokal di hilir sungai Makekal tempat Bungo berasal.
Hambatan
Butet memang banyak, namun keteguhan hatinya ketika melihat semangat serta
motivasi besar yang diperlihatkan oleh Bungo membuat dia menempuh berbagai cara
untuk mengajarkan baca tulis kepada Bungo. Hingga kemudian terjadi hal yang
dianggap oleh masyarakat lokal Bungo sebagai malapetaka untuk masyarakat lokal
tersebut akibat Bungo belajar baca tulis. Ketakutan masyarakat tersebutakan
malapetaka membuat Butet akhirnya harus mengakhiri perjalanan cita citanya
menjadi pengajar bagi masyarakat suku Anak Dalam atau Orang Rimba.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar